Penulis: Donny Fransiskus Manalu, Dosen Prodi Teknik Sipil, Universitas Bangka Belitung
Pendahuluan
Perkembangan teknologi ramah lingkungan telah membawa perubahan besar dalam industri konstruksi, salah satunya adalah penerapan konsep bangunan hijau. Berdasarkan data dari World Green Building Council (WGBC), sektor konstruksi bertanggung jawab atas sekitar 39% dari total emisi karbon global, di mana 28% berasal dari konsumsi energi operasional dan 11% dari material konstruksi.
Di Indonesia, kebijakan mengenai bangunan hijau telah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau, yang bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan dari pembangunan gedung.
Bangunan hijau (green building) didefinisikan sebagai bangunan yang dalam perencanaannya, pelaksanaan konstruksi, hingga operasionalnya memperhatikan aspek keberlanjutan dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Sementara itu, konstruksi hijau (green construction) mengacu pada metode dan praktik pembangunan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan efisiensi sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan.
Konsep ini menjadi penting dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan kelangkaan sumber daya alam. Konsep Bangunan Hijau Konsep bangunan hijau didasarkan pada beberapa parameter utama yang mencerminkan keberlanjutan dan efisiensi sumber daya.
Parameter utama dalam pembangunan bangunan hijau meliputi efisiensi energi, efisiensi air, kualitas udara dalam ruangan, penggunaan material ramah lingkungan, serta pengelolaan limbah konstruksi.
Beberapa aspek yang ditinjau dalam bangunan hijau antara lain:
Efisiensi Energi – Menggunakan sistem penerangan hemat energi, ventilasi alami, dan integrasi energi terbarukan seperti panel surya.
Efisiensi Air – Menerapkan teknologi daur ulang air, penggunaan sistem irigasi hemat air, serta pengelolaan air hujan. Material Berkelanjutan – Memanfaatkan bahan bangunan dengan jejak karbon rendah, material daur ulang, dan penggunaan kayu bersertifikasi.
Kualitas Lingkungan Dalam Ruangan – Meningkatkan kualitas udara dengan ventilasi yang baik dan pemanfaatan tanaman indoor untuk menyerap polutan. Manajemen Limbah -Mengurangi, mendaur ulang, dan menggunakan kembali limbah konstruksi serta menerapkan metode konstruksi modular untuk meminimalkan limbah material.
Penerapan Aspek Bangunan Hijau
Penerapan konsep bangunan hijau dapat dilakukan melalui berbagai aspek desain dan teknologi: Bentuk dan Orientasi Bangunan Desain bangunan yang mempertimbangkan arah matahari dapat mengurangi kebutuhan energi untuk pencahayaan dan pendinginan.
Orientasi bangunan yang tepat memungkinkan pencahayaan alami optimal dan meminimalkan panas berlebih. Shading dan Reflector Penggunaan shading seperti kanopi, louvers, atau vegetasi vertikal membantu mengurangi radiasi panas yang masuk ke dalam bangunan.
Reflektor cahaya juga dapat digunakan untuk mengalirkan cahaya alami ke dalam ruangan tanpa meningkatkan suhu. Sistem Penerangan Penerangan dalam bangunan hijau mengutamakan penggunaan lampu LED dan sensor pencahayaan otomatis untuk mengoptimalkan penggunaan listrik.
Water Recycling System Sistem daur ulang air, seperti penggunaan air hujan untuk kebutuhan non-potabel dan daur ulang air limbah untuk irigasi, dapat mengurangi konsumsi air bersih secara signifikan.
Pemeringkatan Bangunan Hijau
Untuk menilai seberapa hijau suatu bangunan, berbagai sistem pemeringkatan telah dikembangkan di tingkat global maupun nasional. Beberapa di antaranya adalah:
LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) – Sistem sertifikasi internasional yang menilai aspek keberlanjutan bangunan berdasarkan kategori seperti efisiensi energi dan air, serta kualitas lingkungan dalam ruangan.
BREEAM (Building Research Establishment Environmental Assessment Method) – Standar yang berasal dari Inggris dan mengevaluasi keberlanjutan bangunan berdasarkan kinerja energi, transportasi, dan penggunaan material.
Greenship – Sertifikasi bangunan hijau di Indonesia yang dikembangkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) dengan mempertimbangkan efisiensi energi, konservasi air, dan pengelolaan limbah.
Kesimpulan
Konsep pembangunan bangunan hijau menjadi solusi penting dalam upaya mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan. Dengan mengadopsi teknologi hemat energi, memanfaatkan material berkelanjutan, serta menerapkan sistem pengelolaan sumber daya yang efisien, bangunan hijau dapat memberikan manfaat jangka panjang baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Implementasi regulasi dan standar sertifikasi bangunan hijau, baik di tingkat nasional maupun internasional, akan semakin mendorong adopsi konsep ini dalam industri konstruksi modern.